Itulah yang saya pikirkan selama 5 bulan terakhir ini. Saya baru sadar, jika dalam kurung waktu 2 tahun terakhir ini ada 13 orang laki-laki berlabel "duda" yang saya kenal. Mulai dari mantan duda, masih duda, calon duda, nyaris duda bahkan Duda Harlino. (Oke, yang terakhir nggak masuk hitungan)
1. Si A. Lelaki beranak satu ini adalah mitra saya di Bogor. Terakhir kali bertemu, dia mengaku ditinggal kabur oleh istrinya dan rumahtangganya terancam perceraian. Istrinya menggugat cerai kepadanya sejak dia resign dari sebuah lembaga amal. Namun sejak saya keluar dari kampus, saya belum lagi mendapatkan kabar terbaru darinya.
2. Si B. Lelaki ini adalah satu dari dua teman pengajian bapak yang sangat akrab dengan keluarga saya. Mentor saya ini menjadi duda lantaran ditinggal wafat oleh sang istri tercinta.
3. Si C. Lelaki ini satu dari dua teman pengajian bapak yang sangat akrab dengan keluarga saya. Lelaki beranak tiga ini pernah menjadi duda dua kali lantaran digugat oleh kedua istrinya (bukan poligami). Istri pertama menggugat cerai setelah dia resign dari bank, sedangkan istri kedua menggugat cerai lantaran dikompori oleh istri pertama.
4. Si D. Lelaki beranak satu ini seorang satpam di sebuah bank. Satu-satunya satpam bank yang sangat akrab dengan saya. Lelaki beranak satu ini menjadi duda setelah menggugat cerai istrinya. Alasan dia menceraikan istrinya lantaran istrinya telah terkena pelet dan selingkuh dengan lelaki lain.
5. Si E. Lelaki berusia 48 tahun ini saya kenal sewaktu berada di Pengadilan Agama. Statusnya pun sama dengan saya saat itu, sebagai tergugat. Setelah sedikit wawancara dan membandingkan style pakaiannya dengan style pakaian istrinya, saya dan bapak saya menarik sebuah deduksi, ini juga masalah ekonomi.
6. Si F. Lelaki bertubuh tegap ini saya sapa sewaktu berada di warung depan Pengadilan Agama. Dia berpisah dengan istrinya semenjak istrinya kabur dari rumah 2 tahun silam. Istrinya pula yang menggugat cerai. Tapi karena tidak punya biaya, terpaksa lelaki ini yang menjadi penggugat. Ternyata, tidak hanya bisnis dan nikah saja yang bisa tanpa modal, mau cerai pun juga bisa tanpa modal alias pakai rumus BCMOL: Berani Cerai, Modal Orang Lain.
7. Si G. Lelaki ini masih kerabat saya. Rumahnya pun menjadi saksi bisu di mana untuk pertama kalinya saya menangis di pelukan bapak sepulang dari Pengadilan Agama, mempraktekkan cleansing yang diajarkan oleh Kang Canun dan Teh Fufu. Kembali ke Si G. Sempat digugat cerai oleh istrinya lantaran masalah ekonomi, beruntung bapak saya berhasil mendamaikan keduanya.
8. Si H. Lelaki ini seorang ayah dari sahabat saya. Dia menjadi duda setelah digugat oleh istrinya. Lagi-lagi ini masalah ekonomi.
9. Si I. Lelaki beranak tiga ini juga mengalami masalah ekonomi dalam rumahtangganya. Jika bukan karena Allah yang menjaga dan mertua yang turut membelanya, mungkin dia juga akan bernasib serupa dengan putra sulungnya. Sama-sama menjadi tergugat.
10. Si J. Lelaki asal Jakarta Timur yang merupakan salah satu teman BBM saya. Baru-baru ini dia menjadi duda lantaran ditinggal wafat oleh sang istri tercinta.
11. Si K. Lelaki asal Jakarta Selatan yang baru saya kenal 5 bulan silam. Istri dan kedua anaknya dia titipkan di rumah mertuanya di Cirebon selama dia bekerja di Jakarta. Tapi semenjak dia resign, secara mendadak istrinya menggugat cerai. Sempat dia berhasil menenangkan hati istrinya setelah mediasi berdua, tapi kompor dari pihak ketiga terus berusaha membakar rumahtangga yang telah dia bangun selama 9 tahun tersebut.
12. Si L. Lelaki beranak dua ini bekerja di sebuah usaha kuliner yang masih satu lapak dengan saya. Dia menjadi duda setelah digugat oleh istrinya. Lagi-lagi ini masalah ekonomi.
13. Si M. Lelaki yang aktif di Masjid Daarut Tauhid Bandung ini jarang dekat dengan saya. Tetapi dari informasi yang saya dapat, dia juga seorang duda setelah digugat oleh istrinya. Bahkan sebelum resmi bercerai, dia sempat meminta bantuan kepada seorang ustadz di Daarut Tauhid untuk bisa meluluhkan hati istrinya, tapi gagal. Pernah saat beberapa kali saya begadang di Masjid DT, saya memergokinya yang menangis sambil menengadahkan kedua tangannya. Melihatnya seperti itu seperti melihat bayangan saya dalam cermin, hanya saja saya tidak setampan dia.
1. Si A. Lelaki beranak satu ini adalah mitra saya di Bogor. Terakhir kali bertemu, dia mengaku ditinggal kabur oleh istrinya dan rumahtangganya terancam perceraian. Istrinya menggugat cerai kepadanya sejak dia resign dari sebuah lembaga amal. Namun sejak saya keluar dari kampus, saya belum lagi mendapatkan kabar terbaru darinya.
2. Si B. Lelaki ini adalah satu dari dua teman pengajian bapak yang sangat akrab dengan keluarga saya. Mentor saya ini menjadi duda lantaran ditinggal wafat oleh sang istri tercinta.
3. Si C. Lelaki ini satu dari dua teman pengajian bapak yang sangat akrab dengan keluarga saya. Lelaki beranak tiga ini pernah menjadi duda dua kali lantaran digugat oleh kedua istrinya (bukan poligami). Istri pertama menggugat cerai setelah dia resign dari bank, sedangkan istri kedua menggugat cerai lantaran dikompori oleh istri pertama.
4. Si D. Lelaki beranak satu ini seorang satpam di sebuah bank. Satu-satunya satpam bank yang sangat akrab dengan saya. Lelaki beranak satu ini menjadi duda setelah menggugat cerai istrinya. Alasan dia menceraikan istrinya lantaran istrinya telah terkena pelet dan selingkuh dengan lelaki lain.
5. Si E. Lelaki berusia 48 tahun ini saya kenal sewaktu berada di Pengadilan Agama. Statusnya pun sama dengan saya saat itu, sebagai tergugat. Setelah sedikit wawancara dan membandingkan style pakaiannya dengan style pakaian istrinya, saya dan bapak saya menarik sebuah deduksi, ini juga masalah ekonomi.
6. Si F. Lelaki bertubuh tegap ini saya sapa sewaktu berada di warung depan Pengadilan Agama. Dia berpisah dengan istrinya semenjak istrinya kabur dari rumah 2 tahun silam. Istrinya pula yang menggugat cerai. Tapi karena tidak punya biaya, terpaksa lelaki ini yang menjadi penggugat. Ternyata, tidak hanya bisnis dan nikah saja yang bisa tanpa modal, mau cerai pun juga bisa tanpa modal alias pakai rumus BCMOL: Berani Cerai, Modal Orang Lain.
7. Si G. Lelaki ini masih kerabat saya. Rumahnya pun menjadi saksi bisu di mana untuk pertama kalinya saya menangis di pelukan bapak sepulang dari Pengadilan Agama, mempraktekkan cleansing yang diajarkan oleh Kang Canun dan Teh Fufu. Kembali ke Si G. Sempat digugat cerai oleh istrinya lantaran masalah ekonomi, beruntung bapak saya berhasil mendamaikan keduanya.
8. Si H. Lelaki ini seorang ayah dari sahabat saya. Dia menjadi duda setelah digugat oleh istrinya. Lagi-lagi ini masalah ekonomi.
9. Si I. Lelaki beranak tiga ini juga mengalami masalah ekonomi dalam rumahtangganya. Jika bukan karena Allah yang menjaga dan mertua yang turut membelanya, mungkin dia juga akan bernasib serupa dengan putra sulungnya. Sama-sama menjadi tergugat.
10. Si J. Lelaki asal Jakarta Timur yang merupakan salah satu teman BBM saya. Baru-baru ini dia menjadi duda lantaran ditinggal wafat oleh sang istri tercinta.
11. Si K. Lelaki asal Jakarta Selatan yang baru saya kenal 5 bulan silam. Istri dan kedua anaknya dia titipkan di rumah mertuanya di Cirebon selama dia bekerja di Jakarta. Tapi semenjak dia resign, secara mendadak istrinya menggugat cerai. Sempat dia berhasil menenangkan hati istrinya setelah mediasi berdua, tapi kompor dari pihak ketiga terus berusaha membakar rumahtangga yang telah dia bangun selama 9 tahun tersebut.
12. Si L. Lelaki beranak dua ini bekerja di sebuah usaha kuliner yang masih satu lapak dengan saya. Dia menjadi duda setelah digugat oleh istrinya. Lagi-lagi ini masalah ekonomi.
13. Si M. Lelaki yang aktif di Masjid Daarut Tauhid Bandung ini jarang dekat dengan saya. Tetapi dari informasi yang saya dapat, dia juga seorang duda setelah digugat oleh istrinya. Bahkan sebelum resmi bercerai, dia sempat meminta bantuan kepada seorang ustadz di Daarut Tauhid untuk bisa meluluhkan hati istrinya, tapi gagal. Pernah saat beberapa kali saya begadang di Masjid DT, saya memergokinya yang menangis sambil menengadahkan kedua tangannya. Melihatnya seperti itu seperti melihat bayangan saya dalam cermin, hanya saja saya tidak setampan dia.